Selasa, 29 Juni 2010

Lemah jiwa

Masalah futur (kemalasan beribadah) dan syirah (ke”rakus”an beribadah) adalah sunnatullah fil hayah (sunnatullah dalam kehidupan). Walaupun tensi semangat ibadah kita naik turun, kita harus tetap komitmen pada petunjuk Rasulullah saw., yaitu berusaha untuk tidak berlebih-lebihan dalam beramal dan jangan sampai turun level kepada hal-hal yang makruh, apalagi haram.

Dalam suatu hadits Rasulullah saw, "Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah swt. daripada mukmin yang lemah, dan pada masing-masing mukmin ada kebaikan. Bersemangatlah pada apa saja yang bermanfaat bagimu, dan meminta tolonglah kepada Allah swt, dan jangan merasa tidak mampu. Jika ada musibah menimpamu janganlah berkata, "Kalau saja saya melakukan perbuatan ini, niscaya saya tidak tertimpa ini," akan tetapi katakanlah, “Qadar,Allah, dan apa yang dikehendaki-Nya niscaya Dia laksanakan,” sebab, “kalau saja-kalau saja" itu membuka pekerjaan hagi syetan. (HR.Muslim).


Hadits Rasulullah saw ini mengajarkan kepada kita beberapa hal:

1. Dalam rangka menyemangati kita untuk menjadi mukmin yang kuat, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa mukmin yang kuat itu “lebih haik”, baik menurut sudut pandang materi maupun non-materi, manusiawi ataupun lainnya. Bahkan bukan hanya “lebih baik", akan tetapi, ini yang lebih menarik, yaitu: lebih dicintai Allah swt.

2. Kekuatan yang dimaksud dalam hadits Rasulullah saw ini mencakup kekuatan apa saja, kekuatan iman, amal, kejiwaan, intelektualitas, fisik, mental, ruhani, jasadi, moral, dan kekuatan sosial.

3. Dalam hadits ini pula Rasulullah saw menjelaskan kepada kita kiat-kiat agar kita menjadi mukmin yang kuat, yaitu:
a. Terhadap segala hal yang bermanfaat bagi kita, kita harus hirsh (bersemangat, bahkan “berambisi”). Apa saja yang bermanfaat itu, baik manfaat untuk fisik, ruhani, intelektualita, masa depan, dan rumah tangga kita. Intinya, kita harus menjadi manusia yang harish terhadap segala hal yang bermanfaat.
b. Kita harus membuang jauh-jauh segala bentuk ‘ajz (rasa tidak mampu, tidak berdaya, dan tidak bisa berbuat apa-apa). Kita harus katakan dan nyatakan pada diri kita bahwa kita mampu, insya Allah, dan dengan seijin-Nya.
c. Namun demikian kita tidak boleh terlalu ”pede” dan sok pada kemampuan sendiri. Ingatlah: laa haula wa laa quwwata illa biLlah. Karenanya, dalam membangun kekuatan diri itu, dan dalam upaya membuang jauh-jauh segala bentuk ‘ajz tadi, kita harus meminta tolong kepada Allah swt. Allah swt berfirman: “Jika Allah swt memberikan pertolongan kepada kalian, maka tiada siapapun mampu mengalahkan kalian, dan siapa saja yang Allah swt biarkan tanpa Dia beri pertolongan, siapa orangnya yang bisa memberi pertolongan kepadamu selain Allah swt?" (Qs Ali Imran: 160).

4. Salah satu fenomena kelemahan manusia yang tidak seharusnya ada adalah jika ia tertimpa suatu musibah, ia ratapi musibah itu dengan mengatakan, "Kalau saja saya berbuat begini, niscaya tidak terjadi seperti ini” dan semacamnya. Bentuk-bentuk kelemahan, ratapan dan ketidak berdayaan seperti ini harus kita buang jauh-jauh.

5. Sebagai gantinya, kita harus perkuat keimanan kita dengan menyatakan dan mengatakan: "Sudah taqdir Allah, dan apa yang dikehendaki-Nya akan Dia laksanakan”.

Ibnul Qayvim rahimahullah pernah menyatakan di dalam kitab Syifa’ul ’Alil halaman 274 dst, ”Diantara penyakit hati yang terbesar adalah masuknya berbagai bentuk kesedihan ke dalam hati, ada kesedihan yang disebut al-hamm, yaitu kesedihan yang muncul akibat memprediksikan sesuatu yang tidak disukai dimasa depan. Ada kesedihan yang disebut al-huzn yaitu kesedihan yang timbul akibat meratapi sesuatu yang terjadi di masa lampau. Ada pula kesedihan yang disebut al-ghamm, yaitu kesedihan yang muncul karena mengingat dan merasakan sesuatu yang tidak dia sukai yang terjadi saat itu. Banyak orang mengeluarkan berbagai resep untuk mengobati penyakit hati yang besar ini. Rata-rata manusia mengobatinya dengan lahwun (aktifitas yang tidak bermanfaat), la’ib (permainan), ghina’ (lagu dan nyayian) dan sama’ul muthribat (mendengarkan hal-hal yang menggembirakan, misalnya nonton lawak). Semua ini tidaklah mampu mengobati penyakit hati, bahkan semakin menambah sakit hati tersebut. Akan tetapi obatnya adalah do’a dan dzikir dari Rasulullah Saw berikut, ”Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba lelaki-Mu, putra hamba lelaki-Mu, putra hamba perempuan-Mu, ubun-ubunke ada dalam genggaman-Mu, padaku berjalan hukum-Mu, dan keputusanmu padaku adil adanya. Aku memohon kepada-Mu dengan semua nama yang Engkau miliki, yang Engkau namai diri-Mu dengan nama itu atau yang telah engkau ajarkan kepada salah seorang makhluq-Mu, atau telah Engkau turunkan pada kitab-Mu atau masih Engkau simpan pada ilmu ghaib disisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an sebagai penyiram hatiku dan cahaya dadaku serta sirnanya kesedihan dan kegundahan hatiku.”

Inti dari obat berbagai kesedihan tadi adalah susunan komponen berikut, semakin lengkap komponennya, semakin ampuh khasiatnya:

1. Tauhidullah meng-Esakan Allah swt, serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.

2. Istightar dan memohon ampunan kepada-Nya.

3. Taubat dan pengakuan atas penghambaan kita kepada Allah swt (sebagaimana digambarkan pada awal do’a tadi).

4. Penga’kuan bahwa dirinya berada pada kehendak penuh Allah swt, baik kehendak kauni (yang tidak bisa tidak, harus menerima), maupun kehendak syar’i (yang kita harus dengan sukarela menerima hukum dan syari’at Allah swt).

5. Pengakuan bahwa segala yang Allah swt perbuat atas dirinya adalah adil adanya.

6. Menjadikan Al Qur’an sebagai penyiram dan penerang hati, yaitu penghilang berbagai kesedihan.
Semoga Allah swt menjadikan kita semua orang-orang yang memenuhi kriteria-kriteria ini, amin ya robbal ’alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar